DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II (XII IPA 1)
1.
ADAM TOSSARI (04)
2.
AZZAHRA DAMAYANTI Z. (11)
BAB I
PENDAHULUAN
Dr.(H.C.) K. H.
Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga
2001. Ia menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999.
Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman
Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan
berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.
Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati diperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jenderal Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang dan Perjalanan Hidup Presiden Abdurahman Wahid
Siang, pukul 12.30 Oktober 1999, ketegangan yang
memuncak di hari-hari Sidang Istimewa tiba-tiba meledak menjadi ungkapan
keterharuan sekaligus kebahagiaan yang tidak tergambarkan. Abdurrahman Wahid
secara mengejutkan dan luar biasa terpilih sebagai Presiden RI ke-4
menggantikan B.J Habibie. Dimata banyak orang, terutama kalangan Nadliyin,
kemenangan Gus Dur merupakan puncak dari perjuangan NU dalam memposisikan
kiprahnya bagi bangsa Indonesia, dan juga kemenangan bagi kalangan Islam
modernis sekaligus harapan bagi demokrasi itu sendiri. Orang yang tidak disukai
pemerintah sebelumnya (Orba), yang mengenakan baju batik ukuran longgar ketika
mengerahkan ratusan ribu orang di Jantung Jakarta dua tahun sebelumnya, seorang
tokoh yang banyak merebut perhatian nasional sebab mampu mengambil posisi
sebagai oposisi, sekarang tanpa disangka menjadi Presiden RI ke-4. Untuk itu
kami angkat perjalanan hidup dan latar belakangnya untuk mengenal lebih jauh
lika-liku hidupnya.
Kehadiran Abdurrahman Wahid
dikalangan masyarakat Indonesia saat ini tidak lain disebabkan oleh kualitas
pribadinya yang luar biasa, disamping faktor lingkungan keluarga yang sangat
mendukung. Abdurrahman Wahid, cucu dari dua serangkai pendiri NU, Kiai Hasjim
Asj'ari dan Kiai Bisri Sjansuri, dilahirkan di Jombang pada tahun 1940. Ayah
Abdurrahman Wahid, Kiai Wahid Hasjim, adalah putra Kiai Hasjim Asj'ari, dan
ibunya, Solichah adalah putri Kiai Bisri Sjansuri. Sejak masa kanak-kanak,
ibunya telah diberi berbagai isyarat bahwa Abdurrahman Wahid, anaknya, akan
mengalami hgaris hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung
jawab tersebut ternyata secara dramatis meningkat setelah kematian ayahnya
dalam suatu kecelakaan mobil, dan saat kecelakaan terjadi Abdurrahman Wahid
duduk di samping ayahnya di jok depan.
Ayah Abdurrahman Wahid meninggal
dunia dalam usia 40 tahun, dan saat itu masih menjabat Ketua NU. Ibunya tetap
melanjutkan peran informal yang vital dalam menjalankan NU. Dan sejak ayahnya
meninggal, ada sesuatu yang terasa berubah secara tajam, yaitu bahwa rumah
Abdurrahman Wahid mulai sepi dari orang-orang dan para tamu penting.
Abdurrahman Wahid tidak hanya
dikenal dikalangan kiai NU dan para politisi, melainkan juga oleh masyarakat
luas Indonesia. Hal tersebut disebabkan bimbingan kedua orang tuanya, saat ia
masih kecil banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktu kecil ia sering banyak
berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktru kecil ia sering dititipkan pada
seorang Belanda teman ayahnya dan saat itulah, menurut Abdurrahman Wahid ia
bersentuhan dan akhirnya mencintai musik-musik klassik Eropa. Kemudian dari
tahun 1953 sampai 1957, saat belajar di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama(SMEP)
ia tinggal dirumah Kiai Haji Junaid, seorang Kiai Muhammadiyah dan anggota
Majlis Tarjih Muhammadiyah. Beberapa tahun kemudian ia mondok di Pesantren
Tegalrejo, sebuah pesantren NU terkemuka di Magelang. Dari tahun 1957 sampai
1963, ia sempat nyantri di Pesantren Krapyak Yogyakarta dan tinggal dirumah
K:H:Ali Maksum.
Pada tahun 1964 Abdurrahman Wahid
meninggalkan Tanah Air menuju Kairo, Mesir untuk belajar ilmu-ilmu agama
dilingkungan Al Azhar Islamic University. Barangkali tidak terlampau
mengejutkan jika Abdurrahman Wahid sangat kecewa dengan atmosfir intelektual di
Al-Azhar yang memadamkan potensi pribadi karena tekhnik pendidikannya yang
masih bertumpu pada kekuatan hafalan. Meskipun demikian, ia memanfaatkan waktu
di Kairo ini dengan baik, yaitu dengan cara yang tidak mengikuti pelajaran yang
diberikan. Sebagai gantinya, ia kerap menghabiskan waktu disalah satu
perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American University Library.
Biarpun pada satu sisi ia kecewa dengan Al-Azhar sebagai lembaga, namun pada
sisi lain ia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan Kairo, bahkan beruntung
karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan kelompok-kelompok diskusi dan
kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti para intelektual Mesir. Yang perlu
dicatat bahwa selama di Kairo, Abdurrahman Wahid ternyata begitu tertarik pada
film-film Perancis dan sepak bola.
Dari Kairo Abdurrahman Wahid terbang
ke Baghdad. Di kota ini ia lewati dengan penuh rasa bahagia karena mempelajari
sastra Arab, tapi juga filsafat dan teori sosial Eropa, disamping terpenuhinya
hobi dia menonton film-film klassik. Bahkan Abdurrahman Wahid merasa lebih
senang dengan sistem yang diterapkan Universitas Baghdad, yang dalam beberapa
segi dapat dikatakan lebih berorientasi Eropa daripada sistem yang diterapkan
Al-Azhar. Dan selama belajar di Timur-Tengah inilah Abdurrahman Wahid menjadi
ketua Persatuan Mahasiswa Indonesia untuk Timur Tengah masa bakti 1964-1970.
Ditahun 1971, ia mampir ke Eropa
dengan harapan memperoleh penempatan disebuah universitas, tapi sayang sekali
ternyata kualifikasi-kualifikasi mahasiswa dari Timur Tengah tidak diakui di
universitas-universitas Eropa. Inilah yang memotivasi Abdurrahman Wahid pergi
ke McGill University Kanada untuk mempelajari kajian-kajian keislaman secara
mendalam. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah
terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.
Tahun 1971 Abdurrahman Wahid kembali
ke Indonesia, kembali ke dunia pesantren. Dari tahun 1972 hingga 1974, ia
menjadi dosen disamping Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasjim Asj'ari
Jombang. Kemudian tahun 1974 sampai 1980 menjadi sekretaris Umum Pesantren
Tebuireng, jombang. Selama periode inilah secara teratur ia semakin terlibat
dalam kepengurusan NU dengan menjabat Khatib Awal PB Syuriah NU sejak tahun
1979.
Sejak kepindahannya ke Jakarta pada
tahun 1978, Abdurrahman Wahid menjadi pengasuh Pesantren Ciganjur Jakarta
Selatan. Ia juga terlibat banyak dalam acara dan kegiatan di Jakarta termasuk
menjadi tenaga pengajar pada program training untuk pendeta Protestan.
Disekitar pertengahan 1970-an secara beraturan ia telah menjalin hubungan
dengan Cak Nur dan Djohan Effendi, maka saat ia pindah ke Jakarta pada tahun
1978 ia semakin intens bergabung dengan teman-teman ini dalam rangkaian
forum-forum akademik dan kelompok-kelompok kajian. Sekalipun Abdurrahman Wahid
tidak pernah mempunyai kesempatan belajar dalam pendidikan ala Barat, namun
sejak usia muda ia telah cukup banyak menelaah bacaan-bacaan yang bersumber
dari literatur Barat.
Bersamaan dengan itu, Abdurrahman
Wahid juga memulai melibatkan dirinya dikalangan intelektual yang lebih luas di
Jakarta. Dari tahun 1982 hingga 1985, ia menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta,
dan dua kali terpilih sebagai Ketua Dewan Juri Festival Film Nasional.
Penunjukkan dirinya untuk berkiprah di dunia film, bagi tokoh dari dunia
pesantren, seorang 'alim seperti Abdurrahman Wahid, tentu saja sangat tidak
lazim dan mengundang kontroversi.
Tahun 1980-1983 Abdurrahman Wahid
dipilih sebagai salah satu seorang yang turut serta memberikan pertimbangan
atas penerima penghargaan Agha Khan Award untuk arsitektur Islam di Indonesia.
Dan sejak tahun 1994 ia menjadi penasehat untuk Proyek Pembinaan Dialog
Internasional untuk kajian-kajian Wawasan dan Hukum Sekular di The Hague.
Pada bulan Desember 1984,
Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB Syuriah NU. Dengan terpilihnya
ia, berarti berakhirlah pula jabatan dan masa kepengurusan Idham Chalid sebagai
ketua Umum. Seperti halnya tradisi NU, tidak diragukan lagi bahwa ada
unsur-unsur harapan yang mesianik dalam pemilihan Abdurrahman Wahid ini dan ia
ternyata berhasil memenuhi janjinya berhadapan dengan perubahan. Upaya
Abdurrahman Wahid mengembalikan NU sebagai organisasi yang bergerak diwilayah
sosio-keagamaan berhasil mencapai sasarannya dan ia pun secara luas berhasil
mencapai perubahan luar biasa dalam cara pandang NU. Abdurrahman Wahid
memperlihatkan bahwa demi keuntungan organissasi dan masyarakat, Nu harus
beralih dari kegiatan politik-kepartaian, tidak saja berdasarkan pragmatisme,
melainkan juga atas nama pluralisme. Tentu saja tidak setiap orang dalam NU,
bahkan tidak semua orang-orang luar yang mendukungnya mengerti atau dapat
memahami cara berfikir yang dikembangkan Abdurrahman Wahid bahwa sektarianisme
merupakan ancaman serius bagi keharmonisan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Lebih jauh Abdurrahman Wahid berhasil membongkar cara berfikir komunitas NU
terhadap pluralisme bahkan sampai pada titik penghormatan perihal
keanekaragaman, khususnya dikalangan anak mudanya. Abdurrahman Wahid juga
berhasil dalam mempengaruhi masyarakat Indonesia secara lebih luas agar memaklumi
hubungan antara pluralisme dan demokrasi, sehingga lahir sebuah kedewasaan baru
bagi umat Islam ataupun masyarakat luas.
B. Kelemahan dan Kelebihan Kepemimpinan
Presiden Gus Dur di Indonesia
1. Di Bidang Politik
a)
Kelebihan
:
·
Membentuk
Kabinet Persatuan Nasional
·
Sering
melakukan perjalanan luar negeri dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara
lain, menarik investasi, menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri
bebagai forum dunia seperti forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.
·
Politik
Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan
kunjungan keluar negeri sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini
dilakukan untuk mengangkat citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto,
citra Indonesia dikenal sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi
yang rendah. Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan
ke Negara Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua
Amerika. Karena kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara.
Seringnya Presiden Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat
respon positif dari dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama
dalam bidang perdagangan).
·
Iklim
Politik Yang Demokratis
Semua
tahu bahwa pada masa Gus Dur suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini
dapat terlihat dengan tindakan gusdur yaitu:
Ø
Penghapusan
peraturan yang merugikan kaum minoritas.
Ø
Pembubaran
instansi negara yang tak lagi efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga
“niat” Gusdur ini membuka hubungan diplomati dengan Israel.
Ø
Kecenderungan
pemikiran Gusdur yang menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari
demokrasi) serta reformis.
Ø
Pada
masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam bidang keterbukaan
media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga media massa lebih
leluasa melakukan aktivitasnya.
Ø
Gus
Dur terkenal dengan faham pluralismenya. Pada eranya lah kelompok minoritas
Tionghoa mendapatkan pengakuan lebih besar, seperti dalam pengurusan dokumen
kependudukan dan penetapan Imlek sebagai hari libur nasional.
b)
Kelemahan :
·
Presiden
Abdurahman Wahid sering melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang
kerap memanaskan suhu politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan
situasi politik dalam negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau
desakan mundur terhadap sejumlah menteri.
·
Rendahnya
tingkat popularitas Gusdur
·
Masyarakat
kurang antusias dengan gaya pemerintahan Gusdur.
·
Dengan beberapa keputusan yang kontroversial
membuat gusdur bukan sosok yang populis. Sebagian kalangan menganggap Gus Dur
adalah tokoh nasionalyang diakui kecemerlangannya. Sebagai sosok utama di
kalangan Nahdiyin (basis massa keagamann organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur
memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus
arif dalammembuat kebijakan, Gus Dur diragukan kemampuannya.
·
Tak
Punya Basis Politik yang Kuat di Paremen (MPR/DPR)
·
Gus
Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenangkan pemilu. Partai yang
mengusungnya saat itu (PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
·
Proses
terpilihnya Gus Dur punterbilang unik. Hasil dari lobby-lobby plitik
yang akhirnya membuat Gus Dur dipilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam
kabinet pemerintahan yang dibentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh
semua partai tanpa melihat kesamaan platform (visi/misi)
dengan dirinya.
·
Dengan
gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya
menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah
menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa”
keluar dari Istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.
2. Di Bidang Ekonomi
a)
Kelebihan
:
·
Memberi
kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya
banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya.
·
Berani
bersikap dan tegas juga pada sector-sektor ekonomi
b)
Kelemahan
:
·
Keterbatasan
fisik sehingga performa beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang
berimbas pada bidang ekonomi.
·
Seringnya melakukan perjalanan luar negeri
sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3. Di Bidang Sosial
a)
Kelebihan
:
Dapat menciptakan kehidupan rukun
antar umat beragama dan antar suku di Indonesia.
b)
Kelemahan
:
Ada banyak pengangguran di Indonesia
sekitar 13,7 juta penganggur.
4. Di Bidang Budaya
a)
Kelebihan
:
Untuk mengatasi masalah disintegrasi
dan konflik antar umat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan
bermasyarakat dan beragama. Hak tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa
keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1)
Keputusan
Presiden No.6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu.
Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6
dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara
terbuka misalnya pertunjukan barongsai.
2)
Menetapkan
Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur
nasional.
b)
Kelemahan
:
Kerusuhan antar etnis terus
berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan
Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5. Di Bidang Pertahanan dan Keamanan
a)
Kelebihan :
·
Pada Maret
2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman
dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar
persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang
melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
·
Gus Dur
memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan
kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan
yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di
Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi
Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid
berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama
Papua.
b)
Kelemahan :
Akibat restrukturisasi lembaga pemerintahan menyebabkan kondisi politik
yang tidak stabil atau sering terjadi pertentangan antar partai bahkan
pertentangan intern partai.
6. Di Bidang Ideologi
Ideologi yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan Ideologi
Pancasila.
C. Keberhasilan
dan Kegagalan
Meskipun memimpin kurang lebih 2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23
Juli 2001, Gus Dur telah menuai keberhasilan pada masany namun juga mengalami
kegagalan dalam pemerintahannya di Indonesia.
1. Keberhasilan
a)
Politik Luar Negeri yang
Bebas Aktif
b)
Mampu memperbaiki citra
Indonesia di mata negara-negara lain dengan melalui kunjungan ke luar negeri
dan sekaligus membuka peluang kerjasama.
c)
Iklim Politik yang
Demokratis
d)
Telah membawa Indonesia ke
dalam taraf demokratisasi yang lebih baik lagi melalui perdamaianny dengan
Israel.
2.
Kegagalan
a)
Rendahnya Tingkat
Popularitas Gus DuR
Dengan
beberapa keputusannya yang kontroversial (menuai banyak kritik), membuat Gus
Dur buka sosok yang populis. Bahkan ketika masa 100 hari pemerintahannya pun,
tingkat popularitas Gus Dur sudah melorot jauh dari tingkat sebelumnya.
Sebagian
kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui kecermelangannya.
Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis masa keagamaan organisasi
Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang
negarawan yang harus arif dalam membuat kebijakan, Gus Dur siragukan
kemampuannya
b)
Tidak Memiliki Basis Politik
yang Kuat di Parlemen (MPR/DPR)
Gus
Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenagkan pemilu. Partai yan mengusungnya
pada saat itu ( PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses
terpilihnya Gus Dur adalah hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat
Gus Dur terpilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang
di bentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpa melihat
kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
Dengan
gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukan
dukungan. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur dilengserkan
oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari istana Negara hanya dengan celana pendek dan
kaos singlet.
D.
Masa Akhir Jabatan Gus Dur
Pada bulan Maret 2001, Gus Dur mencoba membalas
oposisi dengan melawan di dalam kabinetnya sendiri. Menteri Kehakiman dan
Hak
Gus Dur
mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan
(Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat.
Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat
menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001.
Pada
akhirnya roda kepemimpinan tidak mampu tertahan lagi untuk berputar. Sekali
lagi kekuasaan seorang presiden harus digulingkan secara tidak hormat. Gus Dur
pada akhirnya merasakan kejamnya dunia politik serta pahitnya rasa pil yang
harus ditelan mentah-mentah.
Akhirnya
pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan
pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank
yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur
kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR,
(2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam
waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan
terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan
dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya
dengan Megawati Sukarnoputri. Saat itulah rakyat Indonesia melambai tangan seraya
berkata: “Sayonara Gus Dur.”
Detik-detik Kejatuhan Gus Dur
Kisah menegangkan menjelang
kejatuhan Gus Dur dari kursi Presiden RI pada 23 Juli 2001 memang kerap dibahas
sebagai bagian dari sejarah penting perpolitikan Indonesia. Kekuasaan Gus Dur
dihentikan oleh MPR melalui Sidang Istimewa dalam situasi gejolak politik yang
cukup panas dan genting. Para pendukung Gus Dur melakukan unjuk rasa
besar-besaran di depan Istana. Polisi dan tentara juga berjaga-jaga.
Bahkan,
rumah Wakil Presiden Megawati yang dipastikan bakal menggantikan Gus Dur
sebagai orang nomor satu RI juga dijaga ketat tentara. Di sana, dua panser juga
siap siaga. Suasana di kediaman Mega benar-benar siaga I.
Dari
berbagai sumber, termasuk dari buku Gus Dur, Politik dan Militer, terungkap
bagaimana panasnya suhu politik saat itu. Berikut ini detik-detik peristiwa
menegangkan dibalik kejatuhan Presiden Wahid.
Pada
22 Juli 2001, Minggu malam, para kyai NU, kelompok LSM dan simpatisan
mendatangi Istana guna memberikan dukungan pada Gus Dur. Massa pendukung Gus
Dur dari berbagai daerah melakukan aksi di Monas dan depan Istana Merdeka
Jakarta.
Esoknya,
23 Juli 2001, pukul 01.10 WIB: Gus Dur mengeluarkan dekrit Presiden yang berisi
pembubaran parlemen (DPR dan MPR) dan pembekuan partai Golkar, serta
mempercepat pemilu. Dekrit ini molor tiga jam dari rencana semula yang akan
diumumkan pada 22 Juli, pukul 22.00 WIB.
Pukul 01.30 WIB, MPR menggelar rapat pimpinan yang diketuai oleh Amien Rais. Sesuai menggelar rapat, Ketua MPR menggelar jumpa pers didampingi wakil Ketua Ginanjar Kartasasmita, Hari Sabarno dan Matori Abdul Djalil. Amien meminta TNI mengamankan Sidang Istimewa MPR.
Pukul 01.30 WIB, MPR menggelar rapat pimpinan yang diketuai oleh Amien Rais. Sesuai menggelar rapat, Ketua MPR menggelar jumpa pers didampingi wakil Ketua Ginanjar Kartasasmita, Hari Sabarno dan Matori Abdul Djalil. Amien meminta TNI mengamankan Sidang Istimewa MPR.
Kemudian
pukul 08.30 WIB, MPR menggelar sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
Presiden Abdurrahman Wahid. SI MPR diawali dengan pandangan fraksi-fraksi.
Sidang digelar setelah 592 dari 601 anggota MPR dalam sidang sebelumnya
menyatakan persetujuannya.
Pukul 12.45 WIB, Alwi Shihab menemui Gus Dur. Presiden menyatakan dirinya dizalimi secara politik oleh orang Senayan. "Gus Dur akan bertahan di Istana," kata Alwi.
Pukul 12.45 WIB, Alwi Shihab menemui Gus Dur. Presiden menyatakan dirinya dizalimi secara politik oleh orang Senayan. "Gus Dur akan bertahan di Istana," kata Alwi.
Pukul
16.53 WIB, MPR memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan
mengangkat Megawati sebagai Presiden. Mobil RI II seketika diganti RI I.
Selanjutnya Megawati dilantik oleh MPR dan mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden baru hingga 2004 yang menggantikan posisi Abdurrahman Wahid.
Pada malam harinya, pukul 20.50 WIB, Gus Dur keluar menuju beranda Istana Merdeka dengan mengenakan celana pendek, kaos dan sandal jepit. Dituntun putrinya Yenni serta dan mantan asisten pribadi Zastrouw, Gus Dur melambaikan tangan pada para pendukungnya yang histeris di depan Istana.
Selanjutnya Megawati dilantik oleh MPR dan mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden baru hingga 2004 yang menggantikan posisi Abdurrahman Wahid.
Pada malam harinya, pukul 20.50 WIB, Gus Dur keluar menuju beranda Istana Merdeka dengan mengenakan celana pendek, kaos dan sandal jepit. Dituntun putrinya Yenni serta dan mantan asisten pribadi Zastrouw, Gus Dur melambaikan tangan pada para pendukungnya yang histeris di depan Istana.
Singkat
cerita, Presiden RI ke 4 Alm. Abdurrahman Wahid: ”Digulingkan dengan
paksa” dari jabatannya oleh keputusan Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001,
yang membuatnya terdepak dari Istana sebelum akhir masa jabatannya. Presiden
Abdurrahan Wahid (Gus Dur) menduduki kursi kepresidenan hanya 2 tahun 9 bulan.
BAB III
KESIMPULAN
Abdurahman Wahid (Gus Dur) adalah
putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa
Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan
"darah biru". Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim
Asy'ari, pendiri jam'iytah Nahdlatul Ulama (NU) organisasi masa Islam terbesar
di Indonesia dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj.
Sholehah adalah putri pendiri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri
Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi
Rais 'Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian Gus Dur
merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.
Pada masa pemerintahannya tentu saja banyak kelebihan maupun kekurangan dari
kepemimpinan Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini selama menjabat sebagai presiden
RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar