Jumat, 28 Desember 2018

MAKALAH DINASTI MAMLUK / MAMALIK


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
            Sepeninggalan nabi Muhammad SAW membawa pengaruh dalam kehidupan yang disusul dengan masa Khulafaur Rasyidin. Setelah itu munculnya dinasti-dinasti yang membawa pengaruh besar dalam dunia Islam, salah-satunya adalah  yang dikenal dengan nama Dinasti Mamluk.    Kepentingan pembahasan mengenai abad pertengahan ini (abad ke 7 hingga ke 11H / abad ke 13 hingga ke 17 M ) adalah karena era ini merupakan masa pembentukan salah satu sistem politik dalam Islam. Kemunculan dan kebangkitan Dinasti Mamalik merupakan satu fenomena yang sangat sulit dipahami sebagaimana ditunjukkan oleh namanya,  merupakan dinasti para budak.
            Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi peradaban Islam setelah mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam (Suriah). Selain itu, Dinasti Mamluk Mesir berhasil mengalahkan bangsa Mongol, merebut dan mengislamkan kerjaan Nubia (Ethiopia), serta menguasai pula Cyprus dan Rhodos. Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah Al-Asyras Tuman Bai, sultan terakhir, dihukum gantung oleh pasukan Ustmani Turki[1]



B.     Pokok Masalah
1.      Bagaimana sejarah lahirnya kekuasaan Dinasti Mamalik ?
2.      Bagaimana penerapan siyasah pada masa Dinasti Mamalik ?
3.      Bagaimana kemunduran dan runtuhnya Dinasti Mamalik ?

BAB II

A.     Sejarah Lahirnya Kekuasaan Dinasti Mamalik
            Kaum Mamluk adalah para imigran Mesir yang pada awalnya merupakan budak-budak yang datang dan daerah pegunungan Kaukasus dan laut Kaspia. Mereka ditempatkan di barak-barak militer pulau Raudoh di sungai Nil untuk dilatih dan dididik secara baik. Ditempat inilah mereka diajari membaca, menulis dan pengetahuan kemiliteran, bahkan diberi pendidikan agama.[2]
            Philip. K. Hitti menyebutkan bahwa Dinasti Mamluk adalah dinasti yang luar biasa karena dinasti yang dihimpun dari budak-budak yang berasal dari berbagai ras yang dapat membentuk suatu pemerintahan oligarki di suatu Negara yang bukan tumpah darah mereka.[3] Sedang kata mamluk, bila digabungkan dengan kata dinasti (dinasti mamluk) berarti pemerintahan para budak yang memerintah Mesir dan Syiriah selama 267 tahun, mulai 1250-1517 M.[4]
            Pondasi kekuasaan Mamluk di letakkan oleh Syajar al-Durr, janda Al-Malik Al-Shaleh  dari Dinasti Ayubiyah yang tadinya merupakan seorang budak dari Turki dan Armenia. Pada awalnya, dia adalah seorang pengurus rumah tangga, dan salah satu harem Al-Mu’tashim. Kemudian ia mengabdi kepada al-Shaleh, khalifah yang membebaskannya setelah ia melahirkan anak laki-laki.
            Ketika Al-Malik Al-Shaleh meninggal, anaknya Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena turansyah lebih dekat dengan tentara kurdi dari pada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik dibawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Malik Al-Shaleh, Syajar Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan mamalik. Kepemimpinan Syajar Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayubi’yah bernama Musa sebagai Sultan “Syar’I” (formal) di samping dirinya bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayubi’yah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.[5]
            Dinasti mamluk dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama di sebut dengan Mamluk Bahri, golongan pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol dan Kurdi, tetapi kebanyakan dari budak/budak ini berasal dari Mongol dan turki. Mereka di tempatkan dipulau Raudhoh di pinggiran sungai Nil. Disinilah mereka menjalani pelatihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak laut/air).
            Sementara itu, golongan yang kedua dinamakan Mamluk Burji. Para budak ini berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.[6] Kelompok ini dibentuk oleh Qallawun, raja mamluk bahri (1279-1290).

B.     Penerapan Siyasah pada Masa Dinasti Mamalik
1.      Siyasah Dusturiyah
            Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah peradaban dan politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan susunan kepemimpinan yang dipilih di antara para Mamluk yang paling kuat dan berpengaruh, bukan melalui garis keturunan.
            Bai’at adalah sumpah setia yang mempertalikan pemimpin dengan masyarakatnya. Bai’at identic dengan sebuah “perjanjian”, dan sebagaimana layaknya semua ragam perjanjian. Bai’at melibatkan dua kelompok; disatu sisi, pihak pemimpin dan masyarakat; di sisi lain, tidak hanya ulama yang berperan penting dalam proses konsultasi sebelum bai’ah terwujud, tetapi semua pihak yang berpengetahuan, berbakat, berpengaruh dan mempunyai kekuasaan juga turut terlibat dalam proses itu. Model suksesi seperti ini telah dipraktekkan oleh keempat khalifah, meskipun memperlihatkan variasi yang berbeda-beda.[7] Namun hal tersebut berubah sejak pemerintahan Qalawun (1280-1290 M). Ia merubah sistem pemerintahan atau cara pemilihan kepemimpinan dari oligarki militer menjadi sistem kerajaan atau turun-temurun.
2.      Siyasah Dauliyah
            Hubungan internasional pada masa dinasti ini dapat dilihat dari beberapa hal, seperti.
a.       Dinasti Mamalik membuka hubungan dagang Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya.
b.      Menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, Kairo menjadi kota yang penting dan strategis karena jalur perdagangan dan Asia Tengali dan Teluk Persia hampir dipastikan me1ui Bagdad.[8]
3.      Siyasah Maliyah
            Pendapatan Negara Dinasti Mamalik.
a.       Pertanian, Dinasti Mamalik membangun sarana irigasi yang bagus sehingga hasil pertanian sangat bagus.
b.      Perdagangan, Dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh Dinasti Fatimiyyah di Mesir sebelumnya.
c.       Ghanimah, segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslimin dari harta orang kafir dengan mlalui peperangan. Hal ini diperoleh setelah pasukan mamluk berhasil mengalahkan pasukan kafir dalam berbagai peperanga, seperti kemenangan melawan tentara Mongol di Ayn Jalut.
d.      Fa’i, segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslimin dari harta orang kafir dengan tanpa peperangan. Hal ini diperoleh Dinasti Mamalik setelah beberapa wilayah kekuasaan tentara non muslim meninggalkan daerahnya tanpa peperangan. Dalam sejarah, setelah pasukan Mamalik berhasil mengalahkan pasukan Mongol di Ayn Jalut, tentara Mongol yang berada di daerah Syria meninggalkan wilayah itu untuk menghindari tentara Mamluk. Tentu betbagai harta yang ditinggal menjadi milik kaum Muslimin.
e.       Jizyah, hak yang diberikan kaum Muslimin dari orang-orang non muslim sebagai tanda kedudukan mereka kepada Islam yang diambil dari mereka sebesar 1 dinar pertahun.
f.       Usyur, hak kaum muslimin yang di ambil dari harta perdagangan pedagang eropa yang melewati perbatasan negara.

C.     Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Mamalik
            Kemunduran dinasti ini secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor internal, dan faktor eksternal.
1.      Faktor Internal
            Maraknya praktik korupsi. Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan yang mengelola pembangunan. Misalnya, yang dilakukan oleh sultan Barsibai, sebelum harga naik, ia memonopoli persedian rempah yang ada, kemudian menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Ia juga memonopoli produksi gula, dan melangkah lebih jauh dengan melarang tanaman tebu selama satu periode dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
            Sebagaimana temuan Ibn-Al-Taghri Birdi yang dikutip Philip K Hitty, menjelaskan bahwa: “faktor kehancuran Mamluk Burji tampak terlihat dari para sultan dan pegawainya yang berperilaku buruk, seperti tipu daya, pembunuhan, dan pembantaian. Sebagian sultan melakukan tindakan kejam, curang, dan sebagian lain tidak efisien atau bahkan bermoral bejat dan kebanyakan dari mereka tidak beradab.”
2.      Faktor Eksternal
            Para penguasa Mamluk Burji sangat tidak peduli dengan urusan luar negerinya, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurusi persoalan domistik. Akibatnya, mereka tidak mampu menghadapi tekanan dan serangan dari musuh-musuh lama mereka, seperti tentara Mongol yang berkeinginan merebut kembali kekuasaan Dinasti Mamluk.[9]
           


            Dalam tulisan Ahmad Al-Usairy dipaparkan detik-detik berakhirnya Mamluk Burji sebagai berikut :

“Pasukan Ustmani di bawah pimpinan Sultan Salim, mengalahkan pemerintahan Al-Saffariah pada perang Jaladiran yang sangat terkenal pada tahun 920 H/1514 M. mereka berhasil memasuki ibu kotanya Tibriz. Dengan demikian, Irak kini berhasil masuk dibawah kekuasaan Ustmani. Setelah itu, mereka berhasil pula mengalahkan pemerintahan Mamluk di negeri Syam pada perang Marj Dabiq di Halb. Sultan Qanshuh Al-Ghawri dibunuh dalam perang ini pada tahun 922 H, kemudian Sultan Salim melanjutkan serangannya ke Mesir dan berhasil menang atas orang-orang Mamluk pada perang Raydaniyah di Kairo. Pada perang ini, Sultan Thumanbai terbunuh, dengan terbunuhnya sultan terakhir Burji, maka berakhir pulalah pemerintahan Mamluk. Khalifah Abbasiyah terakhir, Al-Mutawakkil ‘Ala Allah, turun tahta dan menyerahkan kekuasaannya kepada sultan Salim, terjadi pada tahun 923 H/1517 M.Kairo yang sebelumnya menjadi ibu kota kerajaan, kemudian menjadi kota provinsi dari kesultanan Turki Ustmani.”[10]




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.      Latar belakang Dinasti Mamalik adalah berasal dari para budak yang ditawan oleh penguasa Ayyubiyah yang dipimpin oleh Al-Malik Al-Salih, kemudian mereka dididik dan dilatih menjadi pasukan meliter yang tangguh oleh Al-Malik Al-Salih serta dijadikan pengawal untuk kelangsungan kekuasaannya.
2.      Siyasah Dusturiyah pada masa Dinasti Mamalik bersifat oligarki militer, suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan susunan kepemimpinan yang dipilih di antara para Mamluk yang paling kuat dan berpengaruh, bukan melalui garis keturunan. Karena itu, sistem ini lebih mementingkan kecakapan, kecerdasan, dan keahlian dalam peperangan.
            Siyasah Dauliyah pada masa Dinasti Mamalik antara lain membuka hubungan dagang Perancis dan Italia dan menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa
            Pendapatan pada masa Dinasti Mamalik ini berasal dari pertanian, perdagangan, ghanimah, fa’i, jizyah, dan usyur. Pengeluaran Dinasti Mamalik antara lain untuk pembangunan infratruktur, penggajian pejabat negara, pertahanan negara, dan pelayanan masyarakat.
3.      Kemunduran dan runtuhnya dinasti Mamluk utamanya disebakan ketika sultan Mamluk Burjiy berkuasa yang ditandai dengan adanya kegoncangan dalam maupun luar negeri.

B.     Saran
            Adapun saran kami dengan pembuatan makalah ini yaitu agar orang yang membacanya dapat mengerti dengan materi yang ada tentang Al-Siyasah Syariyyah Pada Masa Dinasti Mamalik, sehingga dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.




Daftar Pustaka
Abdul Syukur Al-Azizi, Peradaban Islam, (Jakarta: Saufa, 2014)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Graha Gratindo Persada, 2004)
Philip Khuri Hitti, History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Serambi, 2005)
Ahmad Shalabi, Mauwsu’ah al-Tārīkh al-Islam wa al-Haḏārah al-Islāmiyah, Vol. 5, (Kairo: Maktabah al-Nadah al-Misriyyah, 1978)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2014)
Rahim Yunus dan Abu Haif, Sejarah Islam Pertengahan, (Yogyakarta: Ombak, 2013)
Philip K. Hitti, The Arab Short a History. Diterjemahkan oleh Ushuluddin Kutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul “Dunia Arab Sejarah Singkat”, (Bandung: Surnut, 1970)
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)


[1] Abdul Syukur Al-Azizi, Peradaban Islam, (Jakarta: Saufa, 2014), h. 277.
[2] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Graha Gratindo Persada, 2004), h. 124.
[3] Philip Khuri Hitti, History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Serambi, 2005), h. 671.
[4] Ahmad Shalabi, Mauwsu’ah al-Tārīkh al-Islam wa al-Haḏārah al-Islāmiyah, Vol. 5, (Kairo: Maktabah al-Nadah al-Misriyyah, 1978), h.197.
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2014), h. 124.
[6] Abdul Syukur Al-Azizi, Peradaban Islam, (Jakarta: Saufa, 2014), h. 278.
[7] Rahim Yunus dan Abu Haif, Sejarah Islam Pertengahan, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 20.
[8] Philip K. Hitti, The Arab Short a History. Diterjemahkan oleh Ushuluddin Kutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul “Dunia Arab Sejarah Singkat”, (Bandung: Surnut, 1970), h. 679.
[9] Abdul Syukur Al-Azizi, Peradaban Islam, (Jakarta: Saufa, 2014), h. 287.
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 247.

1 komentar: