Kamis, 18 Januari 2018

Makalah Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar dan Struktur Hadits



KATA PENGANTAR

          Assalamualaikum Wr. Wb.
          Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat serta inayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan makalah “Ilmu Hadits” ini dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami, bahkan menerapkannya.
          Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat di harapkan.
          Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kmpus. Aamiin.
          Wassalamualikum Wr. Wb.

















                                                                                    Samata, 14 September 2017




                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI




HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................  2

BAB I   PENDAHULUAN ................................................................................................  3
A.    Latar Belakang........................................................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah .....................................................................................................  4
C.     Manfaat .....................................................................................................................  4

BAB II  PEMBAHASAN.................................................................................................... 5
A.    Pengertian Hadits .....................................................................................................  5
B.     Pengertian Sunnah ....................................................................................................  6
C.     Pengertian Khabar ....................................................................................................  8
D.    Pengertian Atsar .......................................................................................................  8
E.     Struktur Hadits .........................................................................................................  8
1.      Sanad Hadits ................................................................................................  8
2.      Matan Hadits ................................................................................................  9
3.      Rawi Hadits ..................................................................................................  9

BAB III  PENUTUP ...........................................................................................................  11
A.    Kesimpulan ...............................................................................................................  11
B.     Saran .........................................................................................................................  11


Daftar Pustaka / Rujukan........................................................................................... 12




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Hadits adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an yang merupakan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an yang bermakna umum. Sehingga kami menjelaskan pengertian pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar secara istilah menurut Muhadditsun, Ushuliyyun, dan Fuqaha, sehingga kita dapat memahami Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar secara mendalam dan tidak terpaku pada satu pengertian sehingga kita tidak cepat menyalahkan perbedaan. Hadits mempunyai beberapa struktur yaitu Sanad, Matan, dan Mukhrij yang masing masing mempunyai peran penting dari keadaan suatu hadits tersebut.
            Pada mulanya, ilmu hadits memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits Nabi SAW dan para pewarisnya, seperti ilmu Al-Hadits Al-Shahih, ilmu Al-Mursal, ilmu Al-Asma’wa Al-Kuna dan lain-lain. Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi pembangunan sanad (istisha-alsanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadits haruslah bersambung mulai dari sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadits tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar, (ii) segi terpercayaan hadits (tsigat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat didalam sanad suatu hadits harus dimiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hapalnya atau dokumentasi haditsnya), (iii) segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz), (iv) segi keselamatannya dari cacat (illat), dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad. Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-ashahihan atau ke-dha’ifannya. Mempelajari hadits adalah bagian dari keimanan umat terhadap kenabian Muhammad SAW.






B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar secara istilah menurut Muhadditsun, Ushuliyyun, dan Fuqaha?
2.      Bagaimana struktur hadits: Sanad, Matan, dan Mukhrij?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar secara istilah menurut Muhadditsun, Ushuliyyun, dan Fuqaha.
2.      Untuk mengetahui struktur hadits: Sanad, Matan, dan Mukhrij.


BAB II
PEMBAHASAN

      I.            pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar

A.    Pengertian Hadits
            Hadits adalah teladan yang wajib diikuti (dalam risalah Islam). Sebagian besar hadits diriwayatkan secara lisan oleh sahabat kepada generasi penerus mereka (tabi’in) atau kepada sesama sahabat.
            Kata hadits atau al-hadis menurut bahasa berarti sesuatu yang baru, lawan kata dari sesuatu yang lama. Disamping itu kata ini juga mengandung arti dekat (القريب  ), yaitu sesuatu yang dekat, yang belum lama terjadi dan juga berarti berita (الخبر ), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
            Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang ilmu dan tujuan masing-masing. Pengertian ulama ushul berbeda dengan yang dimaksud oleh ulama hadits dan fiqih. Hal itu akan tampak apabila ditelusuri kajian-kajian yang mereka lakukan berkenaan engan hadits Nabi.
a.       Ulama hadits (muhadditsun) membahas segala sesuatu dari Nabi SAW dalam kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk, pemberi nasihat, sebagai suri tauladan (uswah hasanah), dan penuntun (qudwah). Sehingga mereka mengambil segala sesuatu yang berkenaan dengan Nabi SAW baik berupa tingkah laku, ciri fisik, pembawaan, sabda dan perbuatan, baik membawa konsekwensi hukum syara’ maupun tidak.
b.      Ulama ushul fiqh (ushuliyyun) memandang Nabi SAW sebagai penetap hukum Islam (al-syari’), dan peletak kaedah-kaedah bagi para mujtahid dalam penetapan hukum Islam. Oleh karena itu, yang menjadi perhatian serius mereka adalah sabda, perbuatan, dan taqrir beliau yang membawa konsekwensi hukum dan menetapkannya.
c.       Sementara ulama fiqih (fuqoha) memandang Nabi SAW dari sisi perbuatannya yang bermuatan hukum syara’. Mereka mengkaji hukum syara’ berkenaan dengan perbuatan manusia, baik dari segi wajib, haram, mubah, atau yaang lainnya.
           
            Berangkat dari perbedaan sudut pandang diatas, maka ulama hadits mendefinisikan hadits sebagai:
أَقْوَالُهُ صلى الله عليه وسلم وَأَفْعَالُهُ وَأَحْوَالُهُ
”segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya.”
                        Yang dimaksud dengan “hal ihwal” adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. Sehingga sebagian mereka mendefinisikan hadits sebagai:
“Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya”.
                        Pengertian seperti itupun masih sempit, karena masih terbatas pada apa-apa yang disandarkan kepada Nabi SAW (hadits marfu’), tidak mencakup hal-hal yang disandarkan kepada sahabat (hadits mauquf), dan tabi’in (hadits maqthu’). Sementara mayoritas muhadditsun menganggap bahwa hadits dapat juga digunakan untuk sesuatu yang mauquf”, yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqthu’, yaitu yang disandarkan pada tabi’in.
                        Bagi ulama ushul fiqih yang memandang Nabi SAW sebagai penetap hukum, dan karenanya mereka mendefinisikan hadits sebagai sumber hukum Islam, yaitu:
كل ما صدر عن النبي صلي ا لله عليه و سلم غيرالقرا ن الكريم من من قول اوفعل اوتقرير مما يصلح ان يكون دليلا لحكم شرعي
“Segala yang berasal dari Nabi selain Al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan yang pantas menjadi dalil hukum syara’.”
                        Dengan demikian, hadits menurut ushuliyyun adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak dapat disebut hadits.
                        Komponen hadits: Perkataan Nabi/Qawli, Perbuatan Nabi/Fi’li, dan Persetujuan Nabi/Taqriri.
                        Hal ini menunjukkan bahwa mereka membedakan peran Muhammad SAW sebagai seorang rasul dan seorang manusia biasa. Hadits hanya yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Ini pun menurut mereka harus berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaannya, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits. Sehingga, pengertian hadits menurut para ahli ushul lebih sempit dibandingkan pengertian hadits menurut ahli hadits.
B.     Pengertian Sunnah
            Menurut bahasa sunnah berarti “jalan yang terpuji dan atau yang tercela”. Sementara dalam hadits Rasulullah SAW, disebutkan:

مَنْ سَنَّ فِي اْ لا سْلاَ مِ سُنَةً حَسَنَةً فَلَهُ آ خْرُ مَنْ عَمِلَ بَعْدَ هُ مِنْ غَيْرِ آَ نْ يَنْقُصَ مِنْ آُ خورهم شيء, ومن سنَ سنَة سيئة   كان عليه وزره ووزر من عمل بها من بعده من غيران ينقص من اوزارهم شيئ ( رواه مسلم )                                    
            “Barang siapa melakukan sesuatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala (dari perbuatannya itu) dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak dikurangi pahalanya sedikitpun. Dan barang siapa melakukan perbuatan yang jelek, ia akan menanggung dosanya dan orang-orang yang menirukannya, dengan tidak dikurangi dosanya sedikit pun.”
            Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dianjurkan oleh Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Dan apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-kitab dan al-sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan hadits.
            Sedang sunnah menurut istilah, di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebablan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besar mereka berkelompok menjadi 3 golongan: muhadditsun/ahli hadits, ushuliyyun/ahli ushul, dan fuqaha/ahli fiqih.
            Pengertian sunnah menurut ahli hadits adalah, “segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan,taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
            Ulama ushul fiqh memberikan definisi sunnah adalah, “segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum”. Menurut T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan kepada perkataan sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut:
“Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.” (H. R. Malik).
            Ulama hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak. Sedangkan ulama ushul fiqh, memandang Nabi Muhammad SAW sebagai masyarri’, artinya pembuat UU selain Allah. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Asyr ayat 7 yang berbunyi, “Apa yang dibawa oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul, jauhilah”.
            Ulama fiqh memandang sunnah ialah perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu, atau dengan kata lain, sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.
C.    Pengertian Khabar
                        Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Untuk itu, dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata khabar sama artinya dengan hadits.
                        Menurut  istilah, antara satu ulama degan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut Ibn Ajar Al-Asqalani, yang dikutip As-Suyuthi, bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf’, dan maqthu’.
                        Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut hadits. Ada juga yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas daripada khabar, sehingga tiap hadits dapat dikatakan khabar, tetapi tidak semua khabar dapat dijadikan hadits.

D.    Pengertian Atsar
            Atsar menurut pendekatan bahasa berarti bekasan sesuatu, atau sesuatu, dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai do’a matsur.
            Secara istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama khurasan, bahwa atsar untuk yang mauquf’ dan khabar untuk yang marfu’.
           
   II.            Struktur Hadits

A.    Sanad
            Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran”, atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadits bersandar kepadanya. Menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian.
            Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah, “Berita tentang jalan matan.” Yang lain mengatakan, “Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits), yang menyampaikannya kepada matan hadits.” Ada juga yang menyebutkan, “Silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama.”
            Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata-kata seperti, Al-Isnad, Al-Musnid, dan Al-Musnad. Kata-kata ini secara terminologi mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.
            Kata Al-Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal) dan mengangkat. Yang dimaksudkan disini, ialah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya (raf’uhadits ila qa’ilih atau ’azwu hadits ilaqa’ilih). Menurut At-Thiby, sebenarnya kata Al-Isnad dan Al-Sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan pengertian yang sama.
            Kata Al-Musnad mempunyai beberapa arti. Bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh seesorang: bisa berarti dengan nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan sistem penyusunan berdasarkan mana-namaa para sahabat para perawi hadits, seperti Kitab Musnad Ahmad; bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.

B.     Matan
            Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti mairtafa’la min al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedang menurut istilah adalah “Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.”, “Lafadz-lafadz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu.”
            Ada juga reaksi yang lebih simple lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad (gayah as-sanad). Dari semua pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan, ialah materi atau lafadz hadits itu sendiri.

C.    Rawi
            Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits.
            Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad, adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin / orang yang membukukan dan menghimpun hadits.
            Dalam kitab kumpulan hadits-hadits Nabi sering disebutkan istilah-istilah khusus untuk meringkas jumlah rawi yang berbeda dalam meriwayatkan sebuah hadits. Hadits itu diriwayatkan oleh 7 (tujuh) orang rawi, yaitu:
a)      Imam Ahmad
b)      Imam Bukhary
c)      Imam Muslim
d)     Abu Dawud
e)      At Turmudzy
f)       An Nasaiy
g)      Ibnu Majah


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Definisi hadits yang paling komprehensif adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw., baik ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi; atau yang dinisbahkan kepada sahabat atau tabi’in.
            Sunnah adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
            Khabar berarti berita yang disampaikan kepada seseorang.
            Adapaun atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadits, dan sunnah.
            Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur / isi dari hadits. Mukhrij atau mukharrij adalah orang yang berperan dalam pengumpulan hadits.

B.     Saran
            Setelah kita mempelajari pengertian dan struktur hadits semoga dapat menambah wawasan dalam ilmu keagamaan, khususnya ilmu hadits.
            Mohon maaf atas segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran sangat dibutuhkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik dan benar.


Daftar Pustaka

·         Zarkasih, Dasar- Dasar Studi Hadits, Yogyakarta; Aswaja Pressindo, 2015.
·         Mardani, Hadis Ahkam, Jakarta; Rajawali Pers, 2012.
·         Suparta Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta; Rajawali Pers, 2010.
·         Asse Ambo, Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi Saw., Makassar; Alauddin Press, 2010.
·         Khon Abdul Majin, Ulumul Hadis, Jakarta; Amzah, 2010.
·         Badri Khaeruman, Otensitas Hadis, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya Offset Bandung, 2004.
·         Yusuf Qordhawi, Pengantar Studi Hadis, Bandung; CV. Pustaka Setia, 2007.
·         Nuruddin, Manhaj An-Naqd Fir ‘Uluum Al-adits, Bandung; Remaja Rosdakarya Offset Bandung, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar